Dagelan “Policik” di Mata Najwa: Kejutan 2019

Sering saya bertanya dalam hati, “Tuh tokoh politik bisnis nya apa ya? Duit dari mana untuk bisa royal ke masyarakat?, pasang baliho dan billboard di seluruh negeri, padahal dia ‘cabutan’ berpangkat mayor. Dan tokoh-tokoh lainnya yang tidak jelas asal usulnya namun selalu menghiasi media dan jalanan di negeri ini.

Syuting Mata Najwa Kejutan 2019

Bicara kemiskinan rakyat namun dia terlahir dari keluarga Jendral. Protes tenaga kerja dari China tapi bisnis nya kerjakan para bule. Bicara antikorupsi namun anggota partainya banyak tercyduk korupsi.

Belum lagi, berlindung di balik jargon: “Politik itu dinamis” pada akhirnya ada manuver pengkhianatan. Jadi kutu loncat koalisi sana sini.

Sepertinya harus jadi superior agar kuat berdebat dan tanpa ampun beri yang lain kesempatan untuk berpendapat. Mereka harus banyak omong dan pintar berkelit.

Jabatan menteri pun jadi posisi manis untuk koalisi nya. Meski tidak punya rekam profesional, tetap dipaksakan sebagai jabatan politis. Misal, jabatan Menteri Sosial akan diberikan pada tokoh partai yang terlahir kaya raya. Pas menjabat, dia tinggal latihan akting membersamai masyarakat miskin. Duh.

Pada Mata Najwa ini, kembali saya geleng-geleng kepala. Para politisi berdebat dan berebut kekuasaan. Berpesta pora saling unjuk pengaruh amankan elektabilitas. Sikut sana-sini dan khianat mencela sini situ seolah politik itu berbeda dengan nilai-nilai budi pekerti.

Saya lantas tengok kartu NPWP di didompet. Ah, nggak papa lah, saya turut serahkan sebagian hasil banting tulang peras keringat itu untuk nonton ‘dagelan policik’. Hiburan diri dari penat nya dunia industri ? Ingatlah, sejatinya kerja mereka itu gajinya dari uang rakyat 🙂 Rakyatlah yang berhati mulia! Tangan DiAtas! hehehehe.

Tentang acara TV live Mata Najwa di Trans7

Saya di Jakarta pada Rabu sampai Kamis pada 8 – 9 Agustus 2018 karena undangan dari Google Indonesia. Dalam kapasitas sebagai perwakilan fasilitator (trainer) program Gapura Digital, sebuah program edukasi produk dan fasilitas dari Google untuk UKM Go online. Saya mewakili fasilitator dari Bali bersama fasilitator lain dari 12 kota di Indonesia.

Agenda nya meetup dengan semua fasilitator dan project officer Gapura Digital seluruh Indonesia di kantor Google. Kemudian ada perayaan hari nasional UMKM Indonesia yang diselenggarakan oleh Google Indonesia dengan tema acara Google Untuk UKM di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan.

Selepas meetup di kantor Google, saya mendapatkan tawaran untuk nonton siaran Mata Najwa di Trans7 secara live di Studio 41 Trans7. Agar terdaftar, saya isi pendaftaran online melalui form di eventbrite. Ada total 6 orang delegasi Gapura Digital yang daftar namun 4 saja yang berangkat yaitu Saya, Mas Anto (Surabaya), Bang Johan (Palembang) dan Mbak Ayu (Makassar).

Syuting Mata Najwa Kejutan 2019

Kami berempat mendapatkan tempat terhormat di barisan kursi depan, mendampingi narasumber Sujiwo Tedjo (Budayawan) dan Muhammad Qodari (Direktur Eksekutif Indo Barometer). Otomatis ketika kedua narasumber itu bicara, kami juga dapatkan sorot kamera dan muncul di layar TV. Ini berkah. Alhamdulillah.

Sebuah keberuntungan dari Tuhan YME buat kami berempat. Namun untuk mendapatkan keberuntungan itu, ada perjuangan penuh kesulitan yang harus kami jalankan. Sampai akhirnya kami tersadar bahwa perjuangan itu ‘dibayar cash’ oleh Tuhan YME dengan menempatkan kami di barisan depan acara Mata Najwa dan tampil dilayar kaca seantero Indonesia.

Syuting Mata Najwa Kejutan 2019

Apa saja perjuangan yang harus kami jalani:

  1. Menembus kemacetan dan kerelaan sedekah untuk sopir Grab taxi. Kami berangkat dari hotel Neo di bilangan Blok M pada pukul 17.15 WIB. Itu jam-jam pulang kantor yang bikin macet jalanan di Jakarta. Kami gunakan transportasi online Grab yang bertarif cuma Rp. 23.000 namun harus sabar melalui kemacetan itu. Jaraknya sih dekat namun kemacetan itu yang buat sopir grab melemparkan keluhan pada kami. Sopir itu bilang “NgeGrab sekarang tidak seindah dulu Pak. Dulu nyantai saja sudah dapat 1 juta/hari. Sekarang kalau mau dapat 500.000 harus kerja keras. Tarif nya diturunkan dan sopir nya harus rela dapatkan pendapatan yang kecil. Contoh nya sekarang, tarif Bapak ini cuma Rp. 23.000 namun harus rela bermacet ria, nggak sepadan sama beli BBM nya.” Setelah sampai di studio TransMedia, Bapak sopir itu saya kasih Rp. 50.000 sambil bilang, “Pak simpan kembaliannya untuk Bapak ya.” Niat saya memang sedekah. Walaupun teman-teman bilang keluhan seperti itu sudah biasa dan jadi modus umum para sopir untuk menarik simpati penumpang. Tapi tetap saja saya ikhlas kok hehehe.
  2. Sopir itu menurunkan kami di studio yang salah. Setelah sopir itu pergi kami tanya ke pegawai Trans7 yang nongkrong di depan gedung. Studio 41 untuk Mata Najwa di tempat lain dan masihlah 1,5 km lagi. Ada 2 opsi menuju kesana. Naik grab lagi atau jalan kaki. “Whattt?” batin saya. Akhirnya dengan maksa-maksain langkah yang tidak seirama dengan hati, kami berempat memutuskan untuk jalan kaki karena kalau naik grab bakal jauh muter dan bakal kena kemacetan. Selama 15 menit kami jalan kaki dengan penuh kebingungan menerjemahkan petunjuk dari pegawai Trans7 tadi. Teman-teman cepat sekali jalan kakinya. Saya selalu paling belakang. Huh!
  3. Sesampai di Studio 41, kaki saya sudah terasa berat dan penuh peluh. Maklum lah, kaki ini harus menopang bobot badan 110 kg hahaha. Jalan kaki tadi tentunya meluruhkan lemak-lemah tubuh menjadi keringat yang lumayan deras mengucur. Pendaftaran online ternyata tidak berlaku. Kami harus register ulang dengan menulis nama lengkap, asal, no HP dan tanda tangan. Baru kemudian dapat nasi kotak. Wah rejeki. Namun saya masihlah kenyang akibat terlalu banyak makan kue-kue lezat di kantor Google Indonesia. Keajaiban seolah datang dari teman Mbak Ayu yang jadi koordinator penonton. Kami berempat dilewatkan shortcut tanpa antri untuk masuk gedung studio. Langsung diarahkan untuk duduk ke barisan depan namun berlokasi di pojok. Tampak pegawai Trans7 mengarahkan para penonton untuk mengisi kursi-kursi tengah dan belakang agar terisi dulu. Kami awalnya mengira bakal telat dan dapat kursi paling belakang. Ternyata tidak! Ada deretan kursi depan dan bagian tengah yang sengaja dikosongkan. Deretan itu untuk narasumber dan undangan. Ketika 10 menit menuju live, pegawai Trans7 menawari kami untuk geser dari pojok itu ke tengah. “Mas dan mbak yang dipojok apakah bersedia bergeser ke tengah depan? Jika tidak ayo yang belakang bisa isi kursi depan.” Saya dan 3 teman tentunya tidak sia-siakan tawaran tersebut. Langsunglah kami bergeser ke tengah dan tidak lama kemudian Sujiwo Tedjo dan Muhammad Qodari duduk disamping kami. JOSS!
  4. Ada kejadian unik di pertengahan sesi. Seorang wanita berdandan menor yang duduk di barisan depan pojok tempat kami semula, agak teriak-teriak kepada kami, “Mas ayo tukar duduk, pindah, saya kesitu.” Saya dan teman-teman pun hanya toleh sebentar dan selanjutnya tidak menggubris dia, seolah-olah tidak dengar hahaha. Rupanya wanita itu undangan yang telat datangnya. Ah “peduli amat” pikir saya hahaha. Maaf ya Bu.

Alhamdulillah Ya Allah, priceless moment! Teruslah berbuat baik dan Allah will do something!

Syuting Mata Najwa Kejutan 2019

Bagikan Yuk
[addtoany]