Testimonial : BALI ORANGE COMMUNICATIONS; SEBUAH KISAH KANTOR “ON THE WAY”

Oleh: I Wayan “Gendo” Suardana, SH.
Aktivis Mahasiswa 1998, Presidium Nasional- PENA’98 (Perhimpunan Nasional Aktivis ‘98), Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Bali, Pelaku & Penulis buku Mengapa Saya Bakar Gambar EsBeYe (Presiden SBY).

“On the Way” itulah kalimat yang akan muncul dari seorang pria muda, setiap kali dia dihubungi via telepon untuk bertemu.  Terlepas dia memang benar ada dijalan atau malah masih kucek-kucek mata ditempat tidur. Selanjutnya dengan sigap laki-laki ini akan menanyakan posisi si penelpon seraya setelah mendapatkan info laki-laki ini akan menjawab “kebetulan saya dekat denagn posisi anda, bisakah kita bertemu lokasi anda sekarang?”. Jika orang tersebut mengiyakan maka dengan segera laki-laki ini bersiap menuju ke lokasi.

Ini bukan kisah seorang pria muda yang sedang kasmaran, atau kisah seorang ABG yang latah dengan bahasa OTW. Kisah diatas adalah sekelumit kisah seorang pria muda bernama Hendro (sang Founding father Bali Orange Communications yang dalam tulisan ini selanjutnya disebut sebagai BOC).

Tapi itu kisah dulu, sekitar tahun 2000-an tatkala BOC masih dirintis dengan modal komputer pas-pasan. Dan tentu saja kisah ini mencuat karena BOC waktu itu adalah sebuah usaha dengan alamat kantor pinjaman. Sejatinya tempat kerja mereka berawal dari warnet (karena Hendro bekerja part time sebagai penjaga warnet) lalu beralih ke kost-kostan.  Inilah latar belakang kenapa BOC disering dikatakan sebagai Kantor “On the Way”. Karena tidak mungkin mengajak bertemu klien di kost-kost an yang menjadi kantor asli mereka.

Sungguh siasat yang unik dan cerdas dalam membangun usaha kreatif. Dengan skill web yang mumpuni tapi modal pas-pasan (malah hanya bermodal semangat serta kreatifitas) Hendra bersama para pioner BOC mampu menjaga citra mereka sehingga lambat laun BOC makin dipercaya banyak pihak untuk mengerjakan web-web mereka.

Bagaimana sekarang?

Kalau mempunyai waktu sempatkanlah untuk sekedar lewat daerah Sumerta Denpasar, tepatnya di Jalan Narakusuma no 11. Terletak disebelah timur jalan, akan terlihat sebuah rumah berornamen Bali yang “diklaim’ sebagai alamat kantor BOC,  lalu mampirlah maka kita akan menemui sebuah kantor yang dipenuhi ornamen berwarna “orange”.  Akan ditemui pula sekumpulan anak-anak muda dengan seragam bertuliskan “orange”.

Jangan berpikir bahwa kantor itu akan membuat anda berjarak dengan pekerjanya. Tentu saja tidak, kantor itu sangat “egaliter”, semua pegiatnya akan menyapa dan menemani tamunya untuk berbicang-bincang, terlebih kalo pegiatnya kebetulan santai maka dijamin kita akan ditemani ngobrol dari topi pembicaraan yang paling santai sampai paling serius. Tidak hanya tentang komputer dan web serta pernak perniknya, tapi pembicaraan sosial dan politik dari aras kanan sampai paling kiri juga akan diladeni.

Tentu saja mereka tidak akan pelit untuk sekedar menyuguhkan segelas kopi atau the (paling apes; air putih) bagi para tamunya, termasuk kalau beruntung, bila ada komputer nganggur -biasanya- anda akan diberikan untuk menggunakannya.

Saking egaliternya, pegiat BOC menyatakan bahwa itu adalah wisma BOC bukan kantor.

Cerita ini mungkin saja akan dipandang hyperbolic, bila tak mengenal sejarah BOC. Sejarah yang dipenuhi dengan liku-liku yang tajam. Memulai dari sebuah warnet, bermodalkan semangat dan hanya mengandalkan kreatifitas. Mengingat sosok Hendra bukanlah berlatarbelakang pendidikan komputer dan sejenisnya. Seseorang yang secara akademik bergelut dengan ilmu pertanian. Tentu saja kita dapat membayangkan bahwa hanya kreatifitas dan keuletanlah yang menjadi modal utama ditopang dengan perkawanan sebagai tim kerja.

Meski BOC secara lembaga relatif jauh lebih maju daripada keadaaan emula. Dengan kantor yang layak, pun fasilitas kerja yang lengkap mulai dari komputer, laptop berbagai merk dan segala perangkatnya termasuk wi-fi kelas tinggi, namun tetap saja BOC dengan seluruh pegiatnya menunjukan kesederhanaan.

Klien yang berlimpah bahkan cenderung klien “yang bonafit’ ternyata tidak memupus karakter egaliter mereka. Terbukti sampai saat ini pegiat BOC akan tetap menerima klien tanpa memandang ‘kelas”, termasuk selalu bersiap untuk membantu secara “prodeo”. BOC juga tak segan membantu penyelenggaraan kegiatan yang berhubungan dengan teknologi web bahkan sering menggelar pendidikan komputer dan web. Ini sebagai bentu CSR (corporate social Responcibility) dari BOC.

Saat ditanya apa yang menyebabkan BOC tetap egaliter? Dengan lugas Hendra akan menjawab” BOC lahir dari nol dari keadaan tidak berpunya. BOC bisa eksis karena semenjak dilahir -bahkan sebelum dilahirkan, dibantu oleh banyak pihak. Sehingga tidak ada alasan BOC untuk bersikap elit!”

Inilah cerminan sebuah lembaga yang ibarat pepatah kacang tidak lupa dengan kulit. Tidak melupakan sejarah dan selalu merefleksikan hidup dari sejarah. Mungkin hal ini tidak terlepas karena background Hendra dan beberapa pioner BOC yang mantan aktivis pergerakan mahasiswa.

Selamat BOC, semoga langgeng dan tidak berubah karakter.

Seperti tertuliskan di blog Pak Gendo : http://www.gendovara.com

Bagikan Yuk
[addtoany]