Kisah Ponari dan Pemerintah

Kenapa ya baru sekarang omong soal Ponari ? Padahal berita hangat soal dia sudah lewat berbulan-bulan yang lalu. Hmm, terpicu oleh acara bukan 4 mata si Tukul Arwana tadi malam yang menghadirkan si cilik Ponari dan agak jengah dengan peran pemerintah terhadap dunia kesehatan Indonesia. Hmm, syerem, Ponari dan Pemerintah, apa yang perlu di omongkan ?

Sebelumnya, marilah me-refresh tentang siapa sih Ponari itu ? Dia adalah bocah ajaib dari Jombang yang fenomenal mampu ‘menyembuh’ kan penyakit dengan sebuah batu. Menurut cerita Ponari sendiri dalam acara bukan 4 mata, batu itu ditemukan Ponari setelah dirinya tersambar petir. Ponari merasa kepalanya seperti dilempar benda keras dan merasakan hawa panas menjalar ke seluruh tubuh. Kemudian Ponari merasakan ada sesuatu yang mengganjal di kakinya, yaitu batu yang saat itu mengeluarkan warna merah.

Saksi mata mengatakan, tubuh Ponari seperti terbakar mengeluarkan asap.  Karena penasaran dengan batu itu, lantas Ponari membawanya pulang. Kemudian, Ponari sendiri mencoba membuang batu tersebut berkali-kali tapi selalu datang dengan sendiri nya ke rumahnya. Batu itu selalu kembali dan tergeletak diatas meja makan.

Batu Ponari menjadi ajaib, ketika dia tidak sengaja mencelupkannya kedalam air minum untuk adik nya yang sedang sakit. Tidak berselang, adiknya langsung sembuh. Entah bagaimana cerita selanjutnya, Ponari dan batu ajaib nya menjadi tumpuan harapan kesembuhan dari penyakit oleh masyarakat.

Geger berita batu dan penyembuhan yang dilakukan Ponari, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur langsung melakukan uji laboratorium terhadap kandungan batu itu. Hasilnya, dalam air celupan batu ternyata mengandung kristal hidrogen.

Penemuan kristal-kristal berukuran 1,7 hingga 1,8 mikron ini merupakan hasil uji selama sepuluh hari di Laboratorium Elektron Mikroskop Universitas Airlangga Surabaya.

Dalan uji laboratorium tim Dinas Kesehatan Jatim menggunakan air yang sudah dicelup batu Ponari dan dibandingkan air tawar biasa sebagai kontrol. Tim tidak menemukan kristal dalam air tawar biasa.

Ketua Penerapan, Pengembangan, dan Pengobatan Tradisional (P3T) Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo Surabaya dr Widayat Sastrowardoyo menduga, kristal tersebut berasal dari media batu atau benda lain. Namun, Laboratorium P3T belum memastikan asal kristal tersebut. Tim juga masih meneliti lebih lanjut untuk mengungkap faktor penyembuh.

Melihat banyaknya penderita sakit yang sembuh oleh celupan batu Ponari, adalah hal yang fenomenal ditengah dunia kesehatan medis modern. Tanpa dunia kedokteran, Ponari membawa manfaat banyak bagi masyarakat yang kesakitan dan bisa sembuh olehnya. Sedangkan banyak orang lain kesakitan menggunakan jalur kesehatan yang disediakan oleh pemerintah, malah masih saja sakit bahkan tambah parah.

Peristiwa Ponari menjadi kritik pedas bagi dunia kesehatan yang digawangi oleh pemerintah. Mungkin, masalah terbesarnya adalah mengenai biaya, tindakan medis dan birokrasi. Masyarakat harus merogoh kocek banyak untuk penyakit-penyakit dalam yang tidak bisa disembuhkan di sebuah puskesmas. Penyakit berat selalu dirujuk ke Rumah Sakit Daerah atau Provinsi. Berobat di kota, selalu identik dengan menguras harta dan tenaga.

Melihat alur tindakan medis diatas jelas memerlukan urusan ‘oper-operan’ wewenang. Urus surat sana sini untuk rujukan sono sono dan sooono. Birokrasi yang bertele-tele. Sakit belum tentu sembuh, surat-surat ala pemerintahan menumpuk.

Urusan penyembuhan penyakit, masyarakat mengenal 2 motode yaitu medis dan non medis (alternatif). Batu ajaib Ponari merupakan penyembuhan alternatif. Medis, identik dengan ilmiah, karena penyembuhan berasal dari analisa-analisa keilmuan (kedokteran). Tapi, benarkah penyembuhan ala Ponari tidak ilmiah ?

Jika kita berbicara penyembuhan versi Agama, diyakini bahwa penyembuhan itu ada ditangan Tuhan. Dia adalah Maha Kuasa atas ciptaanNya. Tuhan memberikan kesembuhan melalui media yang tidak pernah kita bayangkan. Bisa melalui medis ataupun cara alternatif. Trus, pertanyaannya, apakah dokter dan metode medis atau ilmiah hanya satu-satunya media yang dipakai Tuhan untuk menyembuhkan suatu penyakit?

Menarik untuk mengutip Muhammad Zuhri (“Sufi Healing dan Klasifikasi Kausalitas” dalam Mencari Nama Allah Yang Keseratus, Serambi, 2008). Dalam pandangan Zuhri, yang juga dikenal dengan klinik AIDS dengan metode sufi healing, Tuhan menurunkan dua kausalitas (penyembuhan), yaitu kausalitas supranatural dan kausalitas natural. Kausalitas natural dibagi menjadi kausalitas magis dan kausalitas logis, yang terbagi lagi menjadi logis vertikal dan logis horizontal.

Jika kausalitas supranatural diamanatkan Tuhan pada para kaum arif atau sufi yaitu orang yang punya latihan ruhani (riyadhah) tertentu sehingga punya hubungan yang dekat dengan Tuhan, maka kausalitas natural diamanatkan pada ahli yang lain. Misalnya kausalitas magis diberikan bagi penyihir atau dukun. Kausalitas logis vertikal diamanatkan pada dokter, apoteker, dan tabib tradisional. Sedangkan kausalitas logis horizontal diberikan pada para psikiater atau dokter jiwa.

Dengan teori seperti ini maka terjawab satu pertanyaan bahwa dokter atau medote ilmiah hanyalah salah satu alat yang dipakai Tuhan untuk menjadi penyembuh suatu penyakit, dengan rumusan-rumusan ilmiah yang menjadi standarnya. Teori ini juga membantu kita memetakan di mana posisi Ponari (sekali lagi jika pengobatannya benar terbukti). Jelas metode pengobatan Ponari tidak masuk kategori kausalitas logis yang menjadi ranah dokter, apoteker, atau psikiater. Karena itu benar jika dirasa tidak ilmiah atau tidak logis.

Namun apakah yang tidak logis tidak boleh menyembuhkan? Jika mengikuti teori ini dan kenyataan yang sering terjadi di masyarakat, maka jawab atas pertanyaan tersebut: boleh. Bisa saja Tuhan memberikan kesembuhan lewat makhluknya yang berupa batu yang diamanatkan kepada Ponari kepada rakyat miskin yang termarjinalisasi. Apalagi dalam ranah keimanan, kita diberi contoh beberapa hal yang tidak masuk akal seperti Nabi Ibrahim yang tak terbakar api atau Nabi Isa yang lahir dari ibu suci tanpa ayah. Memang sulit dinalar akal, tetapi bukan berarti tidak rasional melainkan di atas rasional (suprarasional).

Fenomena Ponari adalah kritik atas kita: tentang kemiskinan, esklusifisme RS, dokter, apotek dan kegagalan pemerintah memberi layanan kesehatan pada rakyat kecil. Ponari juga cambuk kecil dari Tuhan tentang keangkuhan akal, ketidaktertiban diri, dan cara berpikir serba instan.

Bagikan Yuk
[addtoany]