Kebut-kebutan vs Prestasi

2 motor meraung-raung berjajar memekakkan telinga. Ketika bendera dikibaskan turun, 2 motor berjenis Force-1 dan GL-Max itu melesat secepat kilat tanpa lampu. 2tak vs 4tak. Suasana dini hari yang mencekam di jalanan lurus Jl. RA Basuni. 2 motor beradu kuasa siapa bakal tercepat diantaranya untuk memenangkan taruhan harga diri dan uang yang jumlahnya tidak seberapa. Dibutuhkan nyali dan konsentrasi mata tingkat tinggi untuk menembus jalur aspal remang-remang dan hanya diterangi lampu jalan yang satu sama lain berjarak 100 meter.

Itulah balapan liar penuh resiko semasa SMA dulu. Macam-macam tantangan disuguhkan kepada pembalap. Mulai dari balapan kelas bebas (seperti cerita diatas), balapan mengambil botol, balapan tanpa lampu dimalam hari, dan lain sebagainya. Tantangan yang sering merengut nyawa adalah balapan ambil botol ditengah jalan dan balapan tanpa lampu. Pada jenis ambil botol, posisi start pembalap ada 2 cara. Cara pertama, pembalap start bersamaan, sedangkan cara kedua para pembalap start berlawanan arah.

Apa resiko yang dihadapi ?. Jika posisi start berlawanan arah, konsentrasi pembalap tertuju pada botol yang akan diambil. Jika lengah, tabrakan adu jangkrik terjadi. Jika posisi start bersamaan, akan ketahuan siapa yang berada didepan dan berhasil ambil botol. Tapi, peristiwa saling senggol pernah terjadi dan berujung kehilangan kontrol kendali motor berakhir dengan nyungsep. Ngeri pokoknya broer … ! Resiko jadi pembalap liar adalah mulai dari popularitas, harga diri, tergores, patah tulang, cacat, sampai ke kuburan setempat.

Pada cerita diatas, penunggang GL-Max adalah sohib saya bernama Erik. Dia adalah ABG santun, cerdas, anak IPA, taat agama dan orang tua. Tapi soal oprek motor dan balapan sepertinya sudah mendidih dalam darahnya. Motor tipe GL-Max dan cara dia mengendalikan motor itu seakan menjadi legenda diantara pembalap kota kecil itu. GL-Max yang berCC 125, dioversize menjadi 160 CC. Di tangan seorang mekanik bekas crosser, GL-Max itu menyalak melesat bak Honda Tiger dan merebut juara di berbagai ajang balapan liar di kota itu.

Saya mengenal dia sejak kelas 1 SMA dan sohib satu genk bernama Q-OST (Qumpulan Orang Santri Terpelajar) … Siiieeeeh. Yup, memang. Kegiatan genk kami waktu itu adalah, berkunjung ke Kyai Djatmiko di Pohjejer setiap sabtu akhir pelajaran, Jum’atan bersama di Pulorejo (rumah Erik), bermotor bersama keluar kota berkunjung ke Cangar, Batu, Surabaya, dan Selorejo. Jika tidak ada kegiatan itu, kita nongkrong bersama saling canda bergilir di rumah masing-masing anggota.

Rupanya, kebahagiaan Erik sekeluarga di dunia tidak bertahan lama. Erik meninggal dunia dibawah kolong gardan mobil box. Saksi mata mengatakan, dari arah selatan (Jl. Brawijaya) Erik melaju kencang tak kuasa ketika mobil box itu muncul di perempatan Prapanca. Motor GL-Max itu menghantam bagian samping mobil dan melemparkan Erik ke bagian bawah mobil. Saya tidak percaya, suasana sunyi senyap menyesakkan dada. Tak terasa luapan emosi tertahan itu keluar bersama air mata dan rintihan lirih.

Dia, si Erik berkumpul dengan kami malam itu. Dia pamitan antar pacarnya dan sekalian pulang. Tidak disangka, ucapan canda pamitan itu terjadi untuk selamanya. Entah benar atau tidak, semoga analisa saya salah bahwa semenjak Erik meninggal dunia, keluarganya menjadi tidak harmonis. Bapak dan Ibu nya bercerai. Sang kakak menjadi tidak terurus secara psikologis dan selalu menjadi buah bibir atas perbuatan yang tidak pada tempatnya. Kegiatan Jum’atan bersama lambat laun menghilang seiring roh dan spirit Erik meninggalkan kita. Tetapi semangat Q-OST masih ada sampai sekarang.

Selamat jalan sahabat. Mungkin, saat ini kamu tersenyum dibelakang saya, ketika tulisan ini menceritakan tentangmu. Tentang kehebatanmu yang berbuah pembelajaran bagi para pembaca. Kemungkinan, waktu itu motor kamu geber kencang dan berujung maut.

Inti cerita diatas adalah betapa berbahaya balapan liar itu. Sepertinya, era sudah berubah. Jaman Erik adalah tahun 1995. Entah balapan liar itu masih ada atau tidak. Saat ini, sudah banyak perusahaan yang mau meluangkan hartanya untuk kepentingan kreativitas. Hasil analisa saya adalah, perusahaan tersebut mau untuk memberikan wadah popularitas harga diri dan potensi harta bagi generasi muda serta hiburan bagi masyarakat Indonesia. Salah satu perusahaan itu adalah PT. Djarum mengusung Djarum Black dengan program Djarum Black Motodify dan Djarum Black Night Slalom.

Djarum Black Motodify adalah ajang kreativitas pemilik motor untuk mempercantik tunggangannya dengan kriteria penilaian seputar teknologi dan modeling motor. Disamping kreasi generasi muda dihargai dan dijunjung tinggi, kemampuan modifikasi akan membawa berkah tersendiri bagi kelangsungan hidupnya dalam masyarakat. Semangat kebut-kebutan dialihkan oleh tim Autoblackthrough dengan berdandan memadukan seni teknologi dan modeling. Salut.

Sedangkan ajang untuk kebut-kebutan mobil, sudah tersedia Djarum Black Night Slalom. Tidak ada trek lurus yang menguras tenaga maksimum sebuah mobil, tapi lebih menilai kepiawaian mengolah torsi mesin untuk mengendalikan mobil dalam lintasan slalom. Pengemudi diharuskan memacu mobil semaksimal mungkin melalui lintasan berkelok dan memutar. Insting mengolah kemudi, berganti gigi, memberikan tenaga maksimal pada mesin untuk mengejar waktu tanpa harus menabrak rintangan. Atraksi yang memberikan hiburan dan mampu berikan darah segar bagi kualitas hidup masyarakat. Pembalapnya-pun akan mendapatkan manfaat popularitas dan pengakuan. Great !.

Tapi, apakah Djarum Black menyediakan kontes untuk tipe kebut-kebutan seperti dibawah ini ya ? Saya siap berkompetisi lo hehehe.

Tulisan ini saya dedikasikan untuk Almarhum Erik. Semoga kau senang disana, berslalom ria dengan GL-Max mu. Amin.

Bagikan Yuk
[addtoany]