Media Baru – Media Online

Oleh-oleh Seminar Nasional “Pers Indonesia menyongsong Era New Media”, rangkaian acara Kongres Aliansi Jurnalis Independen (AJI) VII 2008. Sanur Beach Hotel – Bali.

Detik.Com itu lahir dari sebuah kejengkelan“, canda serius Pak Budiono Darsono, CEO Detikcom. Embrio awal detik.com adalah Agrakom, sebuah usaha jasa IT yang pertama kali mempunyai pelanggan harian cetak Kompas. Dengan divisi Kompas Cyber Media-nya, Kompas ingin memindahkan content cetak ke media online, yaitu sebuah website (sekarang dikenal kompas.com). Agrakom memberikan ide bahwa berita yang tersaji di media online sebaiknya dinamis. Artinya, media online tersebut mampu memberikan berita sesuai dengan proses peristiwa berlangsung.

Tetap kukuh, Kompas menolak ide tersebut. Media online yang diinginkan hanyalah memindahkan berita versi cetak saja. Lantas ide itupun sempat ditawarkan ke Tempo. Ternyata mereka ingin media online itu hanya menyajikan berita mingguan saja. Walah. ‘Jengkel’ idenya tak bersambut, akhirnya dengan bekal kemampuan tanpa modal, Agrakom menciptakan dan untuk pertama kalinya, sebuah media online yang menyajikan berita itu real time, tersaji cepat detik demi detik, dinamis berurutan sampai akhirnya menemukan kebenaran. Dan akhirnya lahirlah detik.com.

Media online detik.com pun terbantu dengan situasi politik Indonesia waktu itu, dimana Presiden Suharto melahirkan suasana rusuh di Jakarta dan seluruh nusantara. Peristiwa dinamis dan serba cepat saji menjadi pemikiran untuk informasi di masyarakat. Maka, hanya detik.com lah yang mampu memberikan nuansa baru pemberitaan waktu itu.

Sebuah berita tersaji tidak perlu panjang dan mendetail. Sebuah berita tidak lepas dari proses, dan dia selalu berhubungan dengan waktu. Pak Budiono mencontohkan lahirnya sebuah proses berita, misalnya bom meledak di Kuningan. Maka judul berita cukup “Bom meledak di Kuningan”, isi beritanya adalah: “Telah terjadi ledakan bom di Kuningan. Untuk tingkat kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan masih dalam tahap penyelidikan”. 5 menit kemudian, terbitkan lagi berita dengan judul “Bom merenggut nyawa manusia”, sedangkan isi beritanya, “Akibat dari ledakan bom ini ditemukan potongan-potongan tubuh manusia yang berserakan di sisi gedung A, B dan C, sedangkan jumlah korban masih diselidiki oleh aparat”. Berlanjut ke berita di 10 menit kemudian, 15 menit, 30 menit, sampai akhirnya disajikan berita yang akurat melalui sumber yang jelas, misal polisi.

Apa efek berikutnya terjadi pada detik.com ?. Berita pertama diakses 500 orang, berita ke 2 bertambah 1000 orang, berita ke 3 tambah jadi 2000 pengakses. Akhirnya berita ke 10, server detik.com macet, overload Hahahaha. Ketawalah semua hadirin yang mayoritas wartawan anggota Aliansi Jurnalis Independen itu.

Sayang, saya telat hadir dalam seminar itu (gara-gara urusan Kartu Kredit BCA-will be my next article), kebetulan pembicara yang sedang on the speaker adalah Pak Nukman Luthfie, seorang pakar internet marketing strategy. Beliau membahas tentang dahsyatnya efek Plurk, Komunitas Tangan di Atas, Facebook dan memberikan analisis tentang kondisi Media Konvensional terkini.

Kemudian sesi tanya jawab interaktif yang melibatkan Pak Handhi S Kentjono, Direktur MNC, Pak Budiono Darsono, CEO Detikcom, Pak Agung Adiprasetyo, CEO Kelompok Kompas Gramedia, dengan moderator Pak Bambang Harymurti. Sesi presentasi ketiga pendekar itulah yang saya lewatkan. Sayang ya. Tapi untung, cerita detik.com itu mengemuka pada sesi tanya jawab. I like it much.

Sesi selanjutnya, diisi oleh Bapak Blogger Nasional Enda Nasution yang banyak bicara mengenai trend internet di Indonesia based on Google Trends. Beliau banyak memberikan gambaran tentang teknologi website mulai dari versi web 1.0 – 2.0 – 3.0, mengulas efektifitas blog sebagai media personal dan peranannya sebagai pembawa perubahan terhadap gaya penyajian berita. Enda menyebutkan, secara rata-rata pengguna blog di Indonesia berkisar 600.000 blogger. Sedangkan pengguna internet aktif Indonesia sebanyak 20 juta user dari total penduduk 220 juta. Nah lo, terbuka lebar untuk market internet Indonesia.

Setelah bang Enda, sesi dilanjutkan oleh Aditya Chandra Wardana, Phd, Direktur PT IndoPacific Edelman. Entah beliau membahas apa, yang jelas, saya sempat mengetahui di 5 menit awal presentasi mengenai Efek website/blog terhadap kehidupan demokratisasi. Selanjutnya, saya kabur ke kantor dan sebelumnya sempat melihat namaku nongkrong di berita The Jakarta Post (narsis : ON) melalui laptop bli Anton. Thanks Mas Wisnu atas wawancara nya.

Bagaimana dengan Bali Blogger Community (BBC) dalam acara itu ?. Rupanya yang hadir adalah Dek Didi, Pewe (masih mo bikin blog), Anton dan Lode (agen Ganda BBC-AJI), Mbak Wasti dan Mbak Ervi (double agen jg), dan Gentry. Diakhir kalimat, tengkyu buat AJI yang telah mengundang kita, BBC, yang masih merinding disko dengan gelar barunya “THE MOST PROMISING BLOGGER COMMUNITY in 2008“ (Komunitas Blogger banyak janji – kata Fenny) huehuehue.

Nih foto-foto narsis nya. Sayang si SE keok untuk ruang remang-remang. Fyuh.

Bali Web Design

Bagikan Yuk
[addtoany]