Politikus Iklan

Detik-detik sebelum pemilu 2009 membuat suasana jalan raya tambah ramai. Kalau ramai oleh pengguna motor dan mobil adalah lumrah. Tapi menjadi kelihatan ruwet ketika pandangan mata ‘terpaksa’ melihat iklan-iklan para calon legislatif dan partainya yang minta untuk dicoblos. Yang jelas, konsentrasi kewaspadaan berkendara harus naik beberapa level bila tidak ingin celaka di jalan.

Apa sih maksud para calon legislatif itu ?. Mungkin ingin mempopulerkan diri sehingga wajah mereka lekat dengan para pemilihnya. Trus, apakah itu efektif ?. Kemudian, ketika sudah lekat apakah para pemilih nantinya tidak akan ‘membeli kucing dalam karung’ atau salah pilih ?.

Bermacam jargon kalimat memikat dilontarkan para calon legislatif dalam reklame nya. Diantaranya, “No woman, no change ..!“, “Saatnya perempuan untuk maju“, “Saatnya yang muda tampil memimpin“, “Dharma bakti untuk rakyat“, “Saatnya perubahan datang, rapatkan barisan, Mari wujudkan Bali Dhamantra“, “Yang muda, yang berkarya“, “Ngiring ngayah sekala lan niskala ngardi Bali canti lan jagadhita“, “Menuju Bali yang BAGUS – Berbudaya, Aman & Damai, Gemah Ripah, Utuh dan Sejahtera“, “Suara rakyat, suara Tuhan“, dan lain-lain. Ada pula yang mengandung arti ganda yaitu “Mohon Doa Restu dan Dukungannya“. Sepertinya, caleg tersebut mau nikah lagi ya (comot istilahnya Gentry) atau mau puputan ?. Kenapa tidak ada yang pakai “Nggak usah mikir, coblos si koncreng pasti tok cer“. Hahahaha.

Saya merasa, hampir di semua perempatan, pertigaan dan jalan-jalan strategis berisi reklame beragam foto diri calon legislatif dengan berbagai ukuran. Dari yang kecil hingga jumbo. Apakah mereka (para caleg) pernah memikirkan bahwa tindakan mereka membahayakan pengguna jalan merusak konsentrasi berkendara, membuat suasana jalan tambah ramai semrawut, merusak infrastruktur disepanjang jalan raya bahkan merusak keindahan pohon (ironis), tanpa pajak iklan (?-merugikan rakyat & negara), dan menghasilkan limbah anorganik (plastik media iklan, paku,dll) membahayakan bagi manusia ?. Kemudian aspek nilai efektifitas kampanye tersebut masih dipertanyakan. Tidak elegan dan kurang berbobot. Hanya menghambur-hamburkan uang para caleg saja, dan membuat kaya para agensi iklan.

Saya yakin, caleg tersebut berpikir keras untuk merebut simpati rakyat. Dimana rakyat sekarang menjadi manusia super sibuk dengan urusannya sendiri, dan super apatis terhadap perpolitikan. Mereka kecewa dengan kinerja DPR yang telah sudah-sudah. Berbagai kasus telah terjadi ke anggota DPR yang terhormat, diantaranya korupsi, sogok-menyogok, selingkuh, pelecehan seksual, ketangkap basah bermesum ria, poligami, hamburkan uang rakyat, serap anggaran belanja dengan kegiatan foya-foya diatas legitimasi program kerja seperti rapat diluar kota, rapat di hotel mewah, kunjungan kerja 4 hari di luar pulau yang ternyata hanya 3 jam saja benar-benar kerja, itupun hanya rapat di ruangan tertutup bicara sahut menyahut ala para birokrat pada umumnya, sisanya belanja dan bersuka ria di tempat wisata. Hasil kunjungan kerja dibukukan dan menjadi hiasan rak buku saja.

Lantas sekarang, apakah dengan memasang reklame diri di jalanan sudah cukup menjadi bahan masukan bagi rakyat ?. Cara kampanye tersebut diatas hanya terorientasi kepada pemuasan diri dari para calon legislatif saja. Cukup pampang foto diri besar-besar di jalan, mereka yakin rakyat akan tahu. Wow, Anda salah bung. Masyarakat perlu lebih dalam untuk diyakinkan. Caranya gimana ? Berkunjung saja ke kantor saya, ayo diskusi tentang internet marketing berkorelasi terhadap hasil marketing calon legislatif. HUehuehue. Saya pernah menerima email dari salah seorang Caleg Dapil 3 DKI Jakarta berisi Curiculum Vitae, riwayat hidup, pekerjaan, pendidikan dan organisasi. Salut bagi caleg ini. Atau bagi Anda caleg dengan target masyarakat perkotaan, kenapa tidak memanfaatkan ruang publik online seperti CelegIndonesia.Com, buat blog, ikutan milis, forum diskusi, dll.

Saya sebagai bagian dari masyarakat yang bodoh, tidak peduli siapa yang akan memimpin bangsa. Kenginan saya adalah para DPR dan pemerintah bisa memberikan suasana kondusif untuk kerja cari uang, aman, dollar turun, semua serba murah, beres dah. Ada pula sebagian masyarakat berpendapat, siapa yang bayar/kasih uang pada saya, dialah yang saya coblos. Sangat ironis budaya korupsi dan sogok-menyogok ini. Sudah mendarah daging. Intinya apa ? Masyarakat tidak mau pusing. Itu saja.

Lihat dan baca postingan para sahabat Blogger tentang Calon Legislatif ini :

Para Caleg Parpol Lagi Genit “Kawin” !!!!
Hiburan Rakyat
Selebriti 2009
Mengenal Program, Bukan Tampang

Ayo, sapa lagi yg posting soal Caleg kita ? Kasih komentar dibawah atau pingback tulisan Anda kesini, nanti akan saya cantumkan diatas.
Terima kasih. Hidup Blogger !

Bali Web Design

Bagikan Yuk
[addtoany]