Hello Band dan Mobil Matic

Jum’at malam akhirnya bisa keluar dari sarang dan meninggalkan sejenak istri tercinta (si toshi), untuk kabur ke Hardrock Cafe Kuta nonton performance Hello Band. Thanks to Mr. Daniel Hardrock Radio telah mengundang awak Bali Orange. Kita ber delapan, Saya, Viar, Uci, Hemas, Antok, Fandik ‘Sarap’, Agus, dan Darmendra meluncur pake mobil Uci, KIA Carrens matic.

Sebetulnya ada teman saya, Arip yang awalnya mau ikut, tapi ternyata dia lebih memilih berkutat dengan Resep Manjur-nya. Gila chi… Pesona Kuta dan hingar bingar Hardrock tidak membuat hatinya kepincut. “Mau optimalkan CSS nya resep manjur sih“, jawabnya polos.

Perjalanan agak lama karena pakai acara ketinggalan tiket masuk Hardrock di ATM Lippo pompa bensin Imam Bonjol. 7 tiket seharga Rp. 525.000 itu saya letakkan di depan layar ATM dan baru sadar kalau ketinggalan ketika perjalanan telah sampai di sentral parkir Kuta. Duh … goblok nian saya neh. Akhirnya balik kucing sambil harap-harap cemas, semoga masih ada. Alhamdulillah ternyata masih ada dan posisi tiket menghadap keatas. Padahal tadi dalam ATM posisi lembar tiket menghadap kebawah dan saya kira itu slip transaksi orang lain, hahahaha. Berarti dalam ATM tadi sudah ada orangnya, dan syukurnya tiket hanya dibalik saja. Fyuh thanks ya orang … Udah 2 kali thanks nih.

Sesampai di pintu masuk Hardrock, tiket ajaib saya serahkan dan disuruh masuk lewat tangga naik ke lantai 2. Masih sepi dan di panggung baru ada 2 orang bule menyanyi pake gitar bolong. Kagak ngerti lagunya apa, tapi sempat membawakan lagunya Peterpan meski mereka bilang harus menghapal selama 2 hari. Hohoho, lidah bule disesuaikan dengan lidah soto ayam. Kemudian, sang band idola-nya Hemas itu muncul, Hello Band. Band sealiran seperti Maroon 5 ini beranggotakan Widi (vokal), Gavet (kibord), Gani (gitaris), Prima (bas), dan Dedy (drum). Meski belum seberapa kenal musiknya, hentakan irama dan lirik lagunya cukup lumayan enak didengar.

Tiba-tiba, entah di lagu yang ke 5 atau 6, saya merasa menderita. Kepikiran, kangen sama si Toshi. Duh, jadi tidak konsen sama Hello Band. Untuk mengusir rasa itu, saya mondar mandir di ruangan lantai 2 Hardrock. Jalan ke teras, ke toilet hanya sekedar untuk membasahi tangan, lihat-lihat souvenir, dan akhirnya mampir kutak katik mesin anjungan informasi pariwisata Bali yang dari tadi berdiri sepi. Anjungan itu sebuah kotak seperti mesin ATM yang layarnya bisa kita sentuh untuk pilih menuju informasi-informasi seputar pariwisata Bali.

Anjungan layar sentuh ini nasibnya merana. Meski Hardrock ramai orang, hanya saya dan Antok saja yang towal towel pencet dia. Pengunjung lain sepertinya tidak peduli, entah tahu atau tidak. Ketika informasi pariwisata itu saya buka satu persatu, pandangan mengarah ke menu Pesiar dan disana berisi informasi perusahaan penyedia tour menggunakan kapal pesiar di Bali. Ada Bali Hai, Wakalouka, dsb. Tapi anehnya, ada satu perusahaan tempat saya dulu bekerja tidak ada dalam daftar itu. Padahal Quicksilver Cruise termasuk kapal besar, unik, antik yang melayani pesiar ke Nusa Penida dan tidak pernah sepi tamu. Ponton mereka adalah terbesar dari perusahaan pesiar lainnya. Tapi kenapa tidak masuk dalam daftar pesiar di mesin anjungan itu ?.

Hmmm .. seperti tulisan saya sebelumnya mengenai mesin anjungan ini, bahwa informasi yang disajikan disana tidak komplit. Sepertinya, pihak penyedia informasi itu hanya mau menampilkan perusahaan yang mau bayar ke dalam data informasi mesin anjungan. Sepertinya Quicksilver tahu bahwa anjungan itu tidak akan bermanfaat dalam menjaring rupiah. Tamu yang datang ke Bali tidak punya waktu untuk melihat mesin itu. Biasanya, tamu itu lebih enak bertanya kepada guide atau membaca buku/internet sebelum mereka ke Bali.

Parahnya lagi, mesin ini menciptakan error dalam salah satu operasinya (ada dalam jepretan foto). Walah … Akhirnya, saya meninggalkan kata-kata dalam kolom fasilitas pencarian dengan tulisan “Proyek Korupsi” hehehehe.

Akh, akhirnya bisa pulang, tapi mampir dulu untuk makan malam di Nades (Nasi Pedes) depannya Supermarket Supernova Kuta. Pedes masakannya dan pedes harganya. Mahal euy. Penjual secara asal saja kasih harga. Padahal menu lauk yang saya pilih adalah sayur tahu tempe (irisan kubus kecil, 6 biji), sejumput kulit ayam dan rempela 1 biji serta nasi putih, kena Rp. 15.000. Mak … mahal gak ya ?. Ya ndak apa. Syukur bisa makan dan ditraktir sama Uci. Thanks ya Uci.

Sepulang dari Nades, saya mencoba untuk mengendalikan mobil matic milik Uci. Tahap awal penuh dengan adaptasi dan kekeliruan, secara dulu sering bawa Nissan Orange yang bertransmisi manual. Mobil KIA Carrens bertransmisi matic tidak mempunyai pedal kopling dan tuas presneling yang harus digerakkan maju mundur saja, dengan kode P (parkir), N (netral), R (mundur), D (djalan hehehe), 2 dan 1 (gigi untuk tanjakan).

Byuh, kebingungan dan kagok melanda kaki serta tangan kiri ketika menghadapi tikungan, melaju di jalanan lurus, dan laju melambat. Semua peristiwa itu jika menggunakan transmisi manual mengharuskan saya menginjak pedal kopling dan pindah gigi. Akhirnya jadi bahan ketawa oleh teman-teman dalam mobil. Kelihatan masih seperti orang baru pertama belajar setir mobil. Beh. Dalam hati cekikikan sendiri. Si Viar-pun menceritakan pengalaman lucu bawa mobil itu. Ketika mobil melambat, insting membawa kaki kiri menginjak pedal kopling dan tangan kiri memindah gigi. Tersadar ketika kaki kiri merasa tidak ada sesuatu yang diinjak, sedangkan tangan kiri sudah terlanjur pegang tuas perseling dan akhirnya dia hanya elus-elus tuas itu hihihi. Seperti elus batangan. Hwaaak. Syukur selamat sampai kantor lagi.

Bagikan Yuk
[addtoany]