Mantan Presiden Bapak HM Soeharto Meninggal Dunia

selamat_jalan_harto.jpgInalillahi Wainalillahi Roji’un. Telah berpulang ke Rahmatullah mantan Presiden Indonesia Haji Muhammad Soeharto meninggal pada Minggu 27 Januari 2008 pukul 13.10 WIB. Selamat jalan Bapak Soeharto, terima kasih atas jasa-jasamu terhadap bangsa dan negara Indonesia. Semoga Allah SWT memberikan tempat yang terbaik bagimu.

No more comments. Just condolences. Tanpa SD Inpres mu, tanpa beasiswa supersemar mu -yang kuterima 2 kali semasa kuliah, saya mungkin bukan jadi seperti sekarang ini. However, Kamu adalah presiden baik, diantara ‘kesalahan-kesalahan’ yang banyak dihujatkan oleh orang lain.

Berwasiat Dimakamkan sebelum Pukul 11.00 – Lubang berukuran 2,2 meter kali 1,2 meter dengan kedalaman dua meter di sebelah makam Ibu Tien Soeharto hari ini terisi. Liang lahat di Astana Giribangun itu akan ditempati jasad mantan Presiden Soeharto.

Itu sesuai pesan Pak Harto yang menginginkan: bila dirinya meninggal dunia, agar dimakamkan di samping istrinya tercinta. Mereka ingin beristirahat abadi berdampingan di pemakaman keluarga yang terletak di Karanganyar, Jawa Tengah. Tanah leluhur pemimpin yang berkuasa selama 32 tahun itu.

Jenazah Pak Harto yang disemayamkan di rumah duka Kompleks Cendana, Jakarta, diterbangkan ke Solo pukul 08.30 hari ini. Menurut rencana, pemakaman dilakukan sebelum pukul 11.00 dengan inspektur upacara Presiden Susilo bambang Yudhoyono.

Mengenai waktu pemakaman Pak Harto yang meninggal di usia 87 tahun itu menjadi pembahasan utama dalam rapat koordinasi panitia pemakaman di Solo. Ini karena ada wasiat dari mantan penguasa Orba yang ingin dikebumikan sebelum pukul 11.00. Isi wasiat itu diungkapkan oleh Wali Kota Solo Joko Widodo. “Untuk menepati jadwal itu dicari rute terdekat. Dari Bandara Adisumarmo langsung ke Giribangun,” jelas Joko.

Rombongan yang mengantar jenazah Pak Harto sendiri akan diterbangkan dari Halim Perdanakusumah. Jasad jenderal bintang lima itu akan dibawa dengan pesawat Hercules jenis C-130 nomor lambung A-1341. Sekitar lima puluh menit terbang, diperkirakan jasad tokoh kelahiran Jogja tersebut mendarat di Bandara Adisumarmo Solo. “Langsung menuju pemakaman Astana Giribangun dengan jalur darat karena keluarga meminta beliau dikubur sebelum waktu duhur tiba,” ujar Komandan Pangkalan Udara Lanud Halim Perdanakusumah Marsekal Pertama Boy Syahril Qamar saat ditemui di sela-sela persiapan pemakaman kemarin (27/1).

Sebelum rombongan Pak Harto terbang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berangkat lebih dulu dari Halim pukul 06.30 dengan pesawat kepresidenan Boeing 737 DC-500. Kemarin sore pesawat-pesawat itu sudah dipersiapkan oleh prajurit khas TNI Angkatan Udara dan pasukan pengamanan presiden. “Wakil presiden juga akan berangkat dari Halim mendahului jenazah,” katanya.

Secara rinci, TNI Angkatan Udara sudah menyiapkan lima Hercules milik Skuadron 17 Halim Perdanakusumah. Selain itu, ada dua pesawat carter Transwisata jenis Fokker 28 dan satu Fokker 100. Juga ada pesawat Pelita Air dua buah jenis Fokker 100, dan sebuah Fokker 28. Total ada 14 pesawat, termasuk pesawat presiden dan wapres, yang mengiringi jasad Pak Harto ke Solo.

Para keluarga akan dibawa dengan pesawat Hercules A-1325. Sedangkan Hercules A- 1317 khusus membawa karangan bunga dan barang-barang persiapan yang dibutuhkan untuk pemakaman. Sementara para perwira tinggi TNI dibawa dengan pesawat Hercules. “Panglima dan kepala staf akan menggunakan Fokker 28,” katanya.

Bagaimana rombongan keluarga yang tidak terangkut? Menurut Boy, mereka akan menggunakan pesawat carter. “Nanti juga disiapkan Fokker tambahan. Pada prinsipnya kami bersiaga penuh,” katanya.

Dalam perjalanan jenazah Pak Harto akan dijaga satuan elite Kopassus (Komando Pasukan Khusus) Sat-81 Penanggulangan Teror. “Akan diusung oleh mereka, dan dikawal sampai Solo,” ujar Komandan Jendral Kopassus Mayjen Sunarko kepada Jawa Pos tadi malam.

Sampai Solo, kata Sunarko, pengawalan digantikan oleh prajurit Kopassus Grup II yang bermarkas di Kartasura, Surakarta. “Tim pendahulu sudah berangkat tadi sore (kemarin) dari Grup B dan Grup C bersama Paspampres,” katanya.

Pak Harto mempunyai sejarah dekat dengan pasukan elite TNI-AD itu. Saat operasi militer 1965 pasca G30S/PKI, Pak Harto mengandalkan Kopassus yang saat itu RPKAD. Pemimpin operasi lapangan adalah Kolonel Sarwo Eddy Wibowo, mertua Presiden SBY.

Di tempat terpisah, Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen mengatakan, tiga kepala staf masing-masing Kepala Staf TNI-AD Letjen Agustadi Sasongko Purnomo, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Sumardjono, dan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Madya Subandrio, serta Kapolri Jenderal Sutanto akan memegang bendera merah putih di atas peti Soeharto. “Bendera itu dibentangkan sampai peti diletakkan di liang lahat,” katanya.

Begitu juga saat Ibu Tien Soeharto dimakamkan pada 1996. Bahkan, saat itu KSAD, KSAL, dan KSAU mengusung peti jenazah almarhumah sampai ke liang lahat.

Persiapan Giribangun

Sejumlah persiapan digelar menyambut proses pemakaman itu. Bupati Karanganyar Rini Iriani saat ditemui di Giribangun kemarin (27/1) mengatakan, pihaknya telah melakukan persiapan menyambut prosesi pemakaman. “Seluruh jajaran pemerintahan telah kami koordinasikan untuk persiapan prosesi pemakaman,” paparnya.

Untuk kelancaran, jalan-jalan yang berpotensi longsor telah dilebarkan. Pemakaman berada pada ketinggian 600 meter di atas permukaan laut.

Sejak kemarin sekitar pemakaman mulai disterilkan. Seluruh tamu tidak diperkenankan menuju lokasi dengan membawa kendaraan pribadi. Seluruh kendaraan dihentikan di lapangan Karangbangun, Kecamatan Matesih, Karanganyar, 2 kilometer dari lokasi pemakaman.

“Kecuali mobil dari keluarga dan presiden, seluruh kendaraan diberhentikan di lapangan Karangbangun. Untuk menuju lokasi akan disediakan 60 mobil penjemput,” paparnya.

Kemarin warga sekitar makam mulai berdatangan di lokasi. Bahkan, beberapa di antaranya mulai naik ke kompleks pemakaman. Mereka mengaku mendapat perintah kepala desanya untuk membantu persiapan proses pemakaman. (rdl/radar solo/tof)

Tutut: Maafkan Ayah Saya

“Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, Bapak H M. Soeharto telah meninggal dunia dengan tenang pukul 13.10 tadi,” ujar Ketua Tim Dokter Kepresidenan Mardjo Soebiandono yang merawat mantan presiden itu selama 24 hari di RS Pusat Pertamina (RSPP) kemarin (27/1) siang.

Hanya sebaris kalimat yang diucapkan dengan mimik tegang. Tak satu pun pertanyaan wartawan tentang detik-detik terakhir meninggalnya Soeharto dijawab. Dia pun lantas memberikan kesempatan kepada Siti Hardiyanti Rukmana, putri sulung Pak Harto, untuk berbicara.

Dengan mengucapkan kalimat istighfar dan sambil menangis, putri sulung Pak Harto itu meminta maaf atas semua kesalahan ayahnya. “Kami mohon, apabila ada kesalahan, Bapak dimaafkan. Kami juga mohon doa restunya agar perjalanan Bapak lancar, dilindungi oleh Allah, diterima segala amal perbuatannya,” ungkapnya lalu terisak. Sebuah tisu di tangannya mengusap air mata.

Tutut yang selama ini menjadi juru bicara keluarga juga berterima kasih kepada semua orang yang telah mendoakan maupun menjenguk ayahnya. “Terima kasih kepada semua pihak yang telah mendoakan Bapak kami. Siapa saja yang datang maupun menjenguk ke rumah sakit,” katanya lantas terdiam sejenak dan kembali mengusap air mata.

Dia tak bisa menjawab sepatah kata pun ketika ditanya seputar kondisi kesehatan menjelang embusan napas terakhir ayahnya yang meninggal pada usia 87 tahun itu. “Maaf, saya tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Bukan saya tidak mau. Tapi, ini terlalu berat bagi kami,” ujarnya yang lantas tak mampu berbicara apa pun.

Diringi ribuan warga, jenazah dibawa ke Cendana pukul 14.30. Ribuan pelayat datang ke Cendana. Warga dari berbagai penjuru Jabotabek itu memberikan penghormatan terakhir dan berusaha mendekat ke Cendana. Ketatnya pengamanan oleh Kopassus, Kostrad, dan polisi menyulitkan mereka untuk melihat langsung jenazah mantan presiden tersebut.

Sejumlah mantan menteri Orba seperti Ali Alatas, Moerdiono, Ginandjar Kartasasmita, dan Azwar Anas tampak menjenguk mantan atasannya itu. Mereka berusaha membesarkan hati putra-putri Pak Harto.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla melayat pukul 16.15. Kedua pemimpin nasional itu membaca surat Al Fatihah di sisi jasad pendahulunya. SBY yang didampingi istri meminta agar Mbak Tutut dan adik-adiknya bersabar. Dia juga sempat membisikkan sesuatu kepada Tutut. “Saya duduk di belakang presiden. Saya lihat Pak SBY berbisik dengan Mbak Tutut. Mungkin untuk persiapan besok (pemakaman hari ini, Red),” ungkap Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita.

Berkabung 7 Hari

Saat Pak Harto mengembuskan napas terakhir, SBY dan Kalla sedang melakukan konferensi pers terkait dengan gejolak kenaikan harga pangan. Begitu menutup konferensi pers, ajudan SBY langsung mengabarkan bahwa Pak Harto meninggal. SBY pun langsung meminta agar wartawan tidak pulang dulu.

SBY dan Kalla berbincang sebentar sekitar lima menit di ruang tamu kantor presiden, kemudian kembali ke ruang konferensi pers. SBY lantas menyampaikan kabar meninggalnya Pak Harto.

“Atas nama presiden, negara, dan pribadi, saya mengucapkan belasungkawa sedalam-dalamnya atas meninggalnya presiden kedua Republik Indonesia. Saya mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mendoakan almarhum agar diterima di sisi Allah SWT,” kata SBY yang didampingi Kalla.

Menurut dia, Soeharto harus dihargai sesuai pengabdian, jasa, dan amal baktinya, baik kepada masyarakat, bangsa, dan negara dalam kehidupan umat manusia. “Kita juga medoakan agar keluarga yang ditinggalkan tetap tabah serta tawakal menghadapi cobaan dan melihat hari esok yang baik. Kita berikan penghormatan yang tinggi kepada salah satu putra terbaik bangsa yang amat besar pengabdiannya kepada bangsa dan negara tercinta,” ujar SBY.

Dia bersama Kalla dan sejumlah menteri yang hadir bersama-sama membacakan surat Al Fatihah. Para menteri yang hadir, antara lain, Menko Kesra Aburizal Bakrie, Menko Perekonomian Boediono, Menko Polhukam Widodo A.S., Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Pertanian Anton Apriantono, Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa, dan Menteri Dalam Negeri Mardiyanto. Sejak pukul 14.00, bendera istana negara pun diturunkan setengah tiang.

Seharusnya, kemarin pukul 14.00, SBY terbang ke Bali untuk membuka konferensi internasional antikorupsi. Karena Soeharto meninggal, rencana tersebut dibatalkan. SBY pun menugaskan Menko Polhukam Widodo A.S. untuk mewakili dirinya ke Bali.

Pengumuman resmi tentang meninggalnya Pak Harto disampaikan Mensesneg Hatta Radjasa pukul 15.30 di kantor Sekretariat Negara. Dalam keterangannya, Hatta mengungkapkan, selama tujuh hari, terhitung mulai 27 Januari hingga 2 Februari, dinyatakan sebagai hari berkabung nasional. “Semua kantor instansi pemerintah di dalam dan luar negeri wajib mengibarkan bendera setengah tiang,” tegasnya.

Berdasar UU No 7/1978, upacara pemakaman diselenggarakan negara. Menurut Hatta, almarhum akan dimakamkan di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah, 28 Januari 2008, dengan inspektur upacara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Untuk pemberangkatan dari rumah duka, Jalan Cendana, inspektur upacaranya adalah Ketua DPR Agung Laksono. (nue/tom/bay/tof)

Rekaman 12 Jam Terakhir sebelum Pak Harto Meninggal

Malam Hari Masih Makan Tiga Sendok Bubur
Sampai menjelang kepergiannya, tim dokter kepresidenan berupaya memberikan yang terbaik untuk menyelamatkan Soeharto. Inilah suasana masa-masa kritis pada 12 jam terakhir menuju pukul 13.10, saat penguasa Orde Baru itu mengembuskan napas terakhir.

Minggu (27/1), pukul 13.30, Kapolsek Kebayoran Baru Kompol AKBP Dicky Sondani tampak gelisah di depan lobi gedung Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP). Sesaat dia berkoordinasi dengan bawahannya. Setelah itu, perwira dengan satu melati di pundak tersebut memanggil para wartawan yang sudah 24 hari memantau perkembangan kesehatan Pak Harto di RSPP.

Hanya dalam hitungan detik, para wartawan pun mengerubungi Dicky. Setelah terdiam sesaat, Dicky mengumumkan berita duka tentang kondisi yang menggemparkan warga Indonesia. “Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, telah berpulang ke Rahmatullah mantan presiden kedua kita, Bapak Haji Muhammad Soeharto,” ujar Dicky. Sejenak para wartawan terdiam mendengarkan berita duka itu.

“Almarhum meninggal pukul 13.10 tadi (kemarin, Red). Saat ini kami mengoordinasikan pemulangan jenazah menuju Cendana,” ujar Dicky segera mengakhiri pengumumannya.

Berita meninggalnya Soeharto yang disampaikan Kapolsek Kebayoran Baru itu merupakan klimaks dari jumpa pers tim dokter kepresidenan paginya. Saat itu tim dokter yang diketuai dr Mardjo Subiandono mengatakan, kondisi Soeharto kembali kritis.

Perkembangan yang tiba-tiba itu membuat kaget tim dokter. Sebab, pada Sabtu (26/1) kondisi Soeharto dikabarkan mengalami perbaikan cukup berarti. Tim dokter kepresidenan selama dua hari menyatakan Soeharto sudah stabil, meski masih terbaring di ruang ICU (Intensive Care Unit). “Fluktuasi keadaan beliau selama 24 jam ini sudah jauh berkurang. Beliau cukup stabil,” ujar dr Mardjo saat dihubungi Jawa Pos pada Sabtu pagi.

Bahkan, pada Sabtu pukul 23.00 WIB, anggota tim dokter kepresidenan dr Christian Johanes juga menyatakan Soeharto masih berada posisi stabil. Purnawirawan jenderal bintang lima itu memang sempat mengalami sedikit gangguan pencernaan pada pagi hari. Namun, kata Johanes, setelah itu Soeharto sudah mampu makan bubur yang disediakan tim dokter.

“Sebelum saya pulang tadi, beliau sempat makan bubur. Meski hanya 3 sendok, itu kemajuan,” katanya.

Apalagi, kata Johanes, pada malam itu sang “Bapak Pembangunan” sudah mampu bernapas 100 persen dengan usahanya sendiri. Alat ventilator pun sejak Kamis (17/1) telah dipindahkan dari mulut menuju leher dan hanya terpasang sebagai back up. “Ventilator itu hanya dipasang untuk memasok oksigen. Itu pun kemampuan suplainya (ventilator) juga sudah seperti orang sehat,” ujar Johanes.

Namun, selang beberapa jam kemudian kondisi Soeharto berubah memburuk. Menurut Mardjo, memasuki Minggu (27/1) pukul 01.00, ketegangan atas kondisi Soeharto dimulai. Tiba-tiba dia sesak napas yang diikuti turunnya tekanan darah. “Sesak napas itu terjadi mendadak. Napas beliau menjadi sangat pendek,” ujar Mardjo dalam jumpa pers rutin sekitar tiga jam sebelum meninggalnya Soeharto.

Mengetahui hal itu, tim dokter melakukan upaya bantuan pernapasan melalui ventilator. Untuk mengatasi penurunan kondisi yang drastis itu, tim dokter langsung memberikan supporting ventilator kepada Soeharto sebesar 100 persen.

“Ini karena seluruh organ beliau saat ini (kemarin) mengalami multiple organ failure. Hanya jantung yang masih berdenyut,” kata dr Djoko Rahardjo, anggota tim dokter kepresidenan lain, menambah pernyataan Mardjo.

Pada pukul 03.00 hingga pukul 07.00, kesadaran Soeharto terus merosot tajam. Indikator di CVVHD menunjukkan organ-organ Soeharto benar-benar tidak mampu lagi menerima segala upaya yang dilakukan tim dokter. Tercatat, pada Minggu pukul 07.00, tekanan darahnya hanya mencapai 60/30 mm Hg dan dinyatakan tidak sadarkan diri. “Kami masih mencoba memberikan transfusi darah demi memperbaiki tekanan darah. Kami terus berharap dalam harapan sekecil apa pun,” kata Mardjo.

Namun, usaha tim dokter merawat Soeharto yang sudah memasuki hari ke-24 itu harus berhadapan dengan kuasa Tuhan. Seusai acara jumpa pers yang berlangsung singkat itu, pukul 11.00 tim dokter melaporkan bahwa seluruh respons organ Soeharto pada jam itu negatif. Tim dokter merasa bahwa itulah saat-saat terakhir pria kelahiran Kemusuk, Jogja, tersebut. “Sama sekali tidak ada respons dari organ. Keadaan jantung sangat lemah pada jam itu,” kata dr Christian Johanes saat diwawancarai sebuah media televisi.

Mantan Menko Kesra dan Kepala BKKBN Haryono Suyono menyatakan, menjelang saat-saat akhir tersebut, tim dokter akhirnya memutuskan mengizinkan seluruh keluarga melihat Soeharto. Menurut Haryono, seluruh anak dan cucu Soeharto tampak memenuhi ruang ICU, memandang bapak dan eyang mereka untuk terakhir kali. “Sejak saya datang di atas, seluruh keluarga sudah berkumpul di ruang ICU,” kata Haryono ditemui usai keluar dari kamar perawatan di lantai 5 RSPP.

Menurut Haryono, seluruh keluarga menyatakan kerelaan atas kepergian Soeharto. Dia melihat sejumlah keluarga tak henti-hentinya membisikkan ayat-ayat suci Alquran di telinga Soeharto. “Keluarga sangat ikhlas atas kepergian beliau. Semuanya terlihat sangat tabah,” ujarnya.

Apakah Soeharto meninggal dengan tenang? Haryono dengan spontan menjawab bahwa beliau meninggal dengan sangat tenang. Tidak ada anggota keluarga, termasuk dirinya, yang melihat Soeharto tampak menderita menjelang saat-saat akhirnya. “Alhamdulillah, beliau sangat tenang. Saya juga sangat bersyukur karena itu,” kata Haryono sambil bergegas pergi.

Kondisi kritis menjelang ajal menjemput Soeharto itu juga dirasakan keluarga pasien lain di lantai 5. Menurut seorang wanita yang suaminya menjalani cuci darah, putra-putri Soeharto tampak lalu-lalang dari pintu pantry di ujung lorong tempat Soeharto dirawat. “Mulai tengah malam tadi saya lihat Mas Bambang (Bambang Trihatmodjo), Mas Ari (Ari Sigit) masuk dari pintu itu,” katanya sambil menunjuk pintu pantry.

Pukul 15.00 jenazah Soeharto dibawa pulang keluarga dengan ambulans RSPP langsung menuju kediaman di Cendana. Setelah ditinggal penghuninya, dua kamar yang disewa keluarga mantan presiden itu masih berantakan. Bahkan, di meja tempat membuat kopi di depan kamar presidential suite nomor 536 dan 534 ada gelas-gelas kopi yang masih bersisa.

Dua sekat kayu yang bertuliskan “Maaf pasien tidak boleh dijenguk” juga masih ada di dekat kamar perawatan Soeharto. Sampah plastik dan bunga-bunga mawar, sedap malam, maupun melati berserakan di depan dua kamar itu.

Ketika Jawa Pos melongok ke dalam kamar 536, sisa-sisa obat di botol maupun plastik serta alat-alat bantu pernapasan dan tiang penyangga infus juga masih ada. Ranjang yang sebelumnya ditempati orang kuat di era Orde Baru itu juga masih di tempatnya. Bantal dan guling ditumpuk sekenanya di sofa dekat tempat tidur berseprai biru tua. (el)

Sumber : Jawa Pos, image by kompas.

pengen_punya_website.gif

Bagikan Yuk
[addtoany]