Dalam sebuah forum sharing session yang mengundang narasumber psikolog dan pakar IT, dengan hadirin para orang tua murid SMP, para narasumber presentasikan bahaya penggunaan gadget bagi anak-anak remaja dan cara monitoring hingga pencegahannnya.
SMP Albanna Denpasar, Bali mengundang saya sebagai wali murid, orang tua Altaf kelas 8-B. Berlangsung di Gedung Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi Bali pada Sabtu, 15 Februari 2025. Topik: Gadget dalam genggaman, Bijak dalam penggunaan.
Selesai kedua narasumber presentasi, langsung saya acungkan diri penanda sesi tanya jawab tengah berlangsung. Moderator memberikan kesempatan pertama saya bicara.
“Wah, kita ini berkumpul, bersengkongkol mau melawan anak pake gadget ya?” ucap saya disertai dengan gelak tawa para wali murid hehehe.
Saya tadi menyimak pemaparan narasumber psikolog tentang bahaya penggunaan gadget yang over, berlebihan. Gara-gara gadget, anak remaja SMP sampai tidur larut malam hingga jam 2 dinihari. Ada narasumber pakar IT presentasikan cara monitoring penggunaan gadget pada remaja. Mulai tutorial instal program, yang bisa mematikan wifi diwaktu tertentu, filter konten tertentu, hingga blocking game dan konten tertentu. Semua jadi tidak terkontrol karena orang tua sibuk, tidak sempat monitoring/membersamai anak remaja.
Saya tidak dalam rangka membantah argumen para narasumber. Namun lebih kepada memberikan saran kepada peran sekolah. Jadi mohon sabar mendengarkan omongan saya ya, kemungkinan agak panjang hehehe.
Sebelum sampai ke saran, saya akan omongkan dulu tantangan para orang tua remaja, utamanya saya.
Tantangan Orang Tua Terhadap Perilaku Penggunaan Gadget
Dunia ini, jaman now tergantung gadget. Kita semua para orang tua butuhkan gadget untuk komunikasi, cari informasi, kerja dan dagang/bisnis, hingga sekedar entertain diri sendiri, nonton Youtube, Tiktok, dll. Ya apa iya? Sambil saya arahkan pandangan mata ke para hadirin. Mereka jawab iya.
Tantangannya adalah anak remaja melihat kita para orang tua kelihatan seperti addicted kepada gadget.
Sekolah sekarang sistem nya full day school. Bangun subuh, berangkat ke sekolah, pulang jam 4 sore, sampai rumah mendekati maghrib. Itu rutinitas saya dari senin hingga jumat. Antar jemput anak.
Tantangannya adalah mereka anak remaja sudah dilarang menggunakan gadget ketika jam sekolah. Maka perlu mewaspadai adanya gerakan balas dendam dari diri anak dalam pelampiasannya menggunakan gadget. Tiap hari dan waktu isinya sekolah, trus kapan bisa puas main gadget?
Saya pun punya rules, aturan kepada anak dalam penggunaan gadget. Semisal, tidak boleh menggunakan gadget selama dalam mobil. Tiap hari hampir 2,5 jam saya dan anak berada dalam mobil. Hasilnya? Ya berhasil. Tapi cuma sebulan aja hehehe.
Lha saya ini pedagang. Jualan web hosting dan digital marketing. Semua komunikasi dan koordinasi kerjaan harus gunakan gadget (HP/smartphone). Ketika mobil berhenti di lampu merah, saya harus tengok grup WA, melihat anak buah dan pelanggan. Otomatis main HP dong.
Tantangannya adalah, anak melihat perilaku orang tua. Mungkin anak mikir, rasanya tidak adil larangan gadget kok hanya berlaku untuknya. Kok orang tua bebas-bebas aja main HP. Akhirnya anak saya ambil HP nya ketika saya asik HP an meski alasannya untuk kerja hehehe.
Kemudian hal terakhir, anak remaja selalu didoktrin bahwa gadget membahayakan, punya dampak negatif jika terlalu over. Sepertinya mereka ditakut-takutin oleh orang tua, ditakutin oleh gurunya, sehingga bila terus menerus ditakutin, anak akan merasa takut juga terhadap kekuatan gadget.
Tantangannya adalah gadget itu alat yang dahsyat bisa membantu aktivitas dunia. Memberi mereka larangan untuk jangan ini, jangan itu, akan membuat mereka curious malah cari tahu yang dilarang itu. Ujung-ujungnya jadi tahu konten yang dilarang itu.
Kemudian saya selalu menanamkan untuk berfikir, berperilaku, dan bertindak positif kepada anak. Saya sangat menghidari penggunaan term-term negatif. Maka doktrin itu sangat bertentangan dengan visi saya terhadap anak.
Ketika 5 menit sebelum sampai sekolah, saya selalu punya ritual khusus kepada anak. Altaf selalu saya elus-elus punggungnya sambil bilang, “Le, sekolah yang kreatif, sekolah yang rajin, sekolah yang cerdas, dan sekolah yang ramah ya.” Input positif selalu saya tanamkan ke anak.
Sekolah, Yuk Inisiatif Stay Positive
Sekarang saya bicara saran ke SMP Albanna tercinta. Mohon mendidik anak-anak kami memahami manfaat positif gadget. Gaungkan semangat positivisme tentang fungsi gadget.
Selama mereka full day school, berikan waktu barang sejam tambahan untuk berinteraksi dengan manfaat positif gadget. Beri mereka waktu memegang gadget karena secara alami, mereka lahir di jaman gadget.
Saya tadi melihat presentasi ibu kepala sekolah bahwa anak-anak diajarin cara editing video, diajarin cara desain di canva. Maka outputnya beri mereka inspirasi dan experience gunanya apa? Apakah bisa dapat cuan, atau dapat prestasi tertentu.
Saya dan para sahabat pernah punya gerakan Pesantren Digital Indonesia. Misinya memakmurkan masjid. Undang para remaja masjid untuk workshop digital marketing. Sehabis sholat ashar, para remaja kita ajari cara buat video, cara desain, cara jualan di Instagram, Youtube, Facebook, Website, dan media online lainnya.
Hasilnya? Ada remaja SMP yang mampu jualan. Uangnya dipakai bayar token PLN, punya uang saku sendiri. Ketika dia SMA, sudah menjadi Youtuber, dapat uang dari Youtube. Ketika dia kuliah, sudah main dengan dunia saham dan trading. Tentunya dapat penghasilan juga.
Maka harapan saya, sekolah bisa mengundang para praktisi digital yang masih remaja untuk berikan inspirasi kepada siswa SMP.
Saya pikir, meski ada extra berdasarkan minat, para remaja masih ababil, masih mencari jati diri. Daya pikirnya masih belum sempurna karena otak mereka sedang bertumbuh. Kata psikolog, otak manusia akan siap berfikir, sadar diri ketika manusia berumur 18 tahun. Ini masih SMP, umur 15 an tahun. Jangan beri mereka tawaran, namun didik saja. Berikan saja ilmu dan pengalamannya. InshaAllah akan jadi rangsangan otak mereka bertumbuh.
Bagikan Yuk