Pola Pikir (Mindset)

“Pemerintahan Presiden Joko Widodo? ini mengecewakan! Bikin rakyat tambah susah! BBM dinaikkan, sekarang urusan STNK juga ikutan dinaikkan. Otomatis harga-harga yang lain ikutan naik”. Itu opini Bapak ku.

Aku timpali dengan ketawa hahaha dan beradu opini balik. “Pak, kebijakannya memang tidak populer tapi sejatinya mendidik rakyat untuk sama-sama berjuang extra keras kerja. Trus membuat masa ekonomis mobil motor jadi panjang. Toh akhirnya konsumsi premium jadi menurun. Pertalite dan Pertamax jadi naik. Rakyat akhirnya terbiasa beli BBM RON tinggi. Mana ada demo akibat kenaikan BBM untuk saat ini?. Rakyat sudah menerima Pak namun malu untuk mengakui hahaha.

“Soal STNK, bayar nya 5 tahun sekali kan? Mampu beli motor mobil dan lancar bisa kesana kemari urusan bisnis, kerjaan ataupun lancong, kok ya masih mengeluh. Harusnya bersyukur. Itu biaya parkir klo dikumpulkan selama 5 tahun malah jauh lebih mahal drpd biaya STNK. Kok ngga mikir sampai kesana ya. Toh dana STNK dipake untuk kelancaran pelayanan bagi rakyat”, imbuhku.

Selanjutnya ku coba masukkan unsur positif dalam adu opini itu. “Klo bagi aku dan kawan-kawan wirausahawan, fokus nya bukan di naik nya itu namun fokus untuk meningkatkan omzet dan profit usaha. Agar mampu membiayai kenaikan itu. Bagi mereka yang diawal protes, mengeluh dan marah-marah, itu soal mentalitas saja. Mental miskin ya seperti itu, seperti pecundang. Mentalitas bangsa seperti itu adalah PR bersama Pak. Termasuk aku dan kawan-kawan pegiat wirausaha ini, berjuang utk beri guyuran mentalitas berkelimpahan yang selalu utamakan kerja, positif dan selalu bersyukur atas hidup ini”.

Bapak meninggi dengan bilang, “Ya nggak bisa seperti itu!!! bla bla bla”. Akupun ketawa dan tidak meneruskan adu opini itu. Kawatir kesehatannya hehehe.

Beberapa hari kemudian aku antar Bapak untuk menebus obat di sebuah apotik dekat Rumah Sakit besar tipe B di Mojokerto. Pemilik apotik melepas pamit seorang pegawai negeri RS itu yang motornya dititipkan di apotiknya. Waktu masih menunjukkan pukul 11.30 WIB.

Pemilik apotik ini punya istri yang kerja di RS Swasta besar di Mojokerto. Dia berkomentar ke kami (aku dan Bapak), “Lha iya, jam segini sudah ditinggal pulang. Dokter-dokter senior di RS pemerintah sebelah pun sering pulang awal. Pasien anak yang nangis pun akan dibilang ya biarin aja to, lha wong anak kecil kan pasti nangis. Itu kalau di RS Swasta, tinggal sebut nama perawat dan dokter nya maka besok udah dicoret!”.

Bapak ku akhirnya menimpali, cerita pengalamannya dengan seorang dokter saraf di RS pemerintah itu. “Iya Pak, dokter yang senior biasanya tidak ada klo diatas jam 12 siang. Sisa pasien biasanya dilemparkan ke dokter-dokter yang masih junior. Kadang ngelus dada juga”.

Pemilik apotik ber opini lagi. “Mereka semua yang di RS pemerintah itu digaji oleh negara lho Pak. Klo sering pulang awal dan mendapatkan gaji utuh, kok ya nggak mikir pertanggungjawabannya di akhirat nanti ya?. Itu RS sebelah (pemerintah) banyak ruangan rawat inap nya yang kosong melompong. Beda dengan swasta yang selalu full dan kadang kekurangan tenaga medis. Artinya daya serap nya tidak maksimal dalam melayani kesehatan rakyat nya”.

“Memang PNS jaman sekarang beda dengan jaman saya dulu Pak”, jawab Bapak ku sambil menerawang masa silam. “Dulu saya berangkat kerja pas anak-anak belum bangun. Dan pulang kerja ketika anak-anak sudah mau tidur”.

Dalam hati aku berkata, soal mentalitas masih jadi PR besar di pemerintahan Jokowi. Mau pilih bermentalitas pemenang atau tetap bertahan di mentalitas pecundang? yang bisa nya mengeluh, menyalahkan dan biasanya cari kambing hitam.

Bagikan Yuk
[addtoany]