Seorang turis domestik yang mengaku mencintai dan telah datang 4 kali ke Bali mengkritik keberadaan warung muslim di Bali. Dia bernama Natalia Parameshwari, menulis di Balebengong dan gamblang bilang tidak suka dengan fenomena warung muslim di Bali.
Natalia ini mengaku muslim dari sumatera utara. Aku coba search di Google, nihil. Nama dan profilnya tidak ada. Aku banding kan search dengan namaku sendiri, wuaaah bosen lihatnya hehehe. Turis ini baru sekali menulis di Balebengong dan tidak ada foto di profilnya. Padahal aku ingin tahu rupanya. Dari arti nama, biasanya Natalia ini kan nama Kristen? Parameshwari biasanya nama Hindu? Akun palsu? Atau ini tulisan politis saja yang sengaja muncul untuk tujuan tertentu. Menebarkan sentimen? Wallahualam. Positif thinking saja.
Dari segi konten, menurutku turis ini asal omong tanpa data yang akurat. Minimal foto warung yang dimaksud lah. Warung muslim yang dipermasalahkannya. Kok malah gambar makanan doang. Ya maklum sih namanya saja opini, jadi dia bisa menulis sesukanya dan bisa dipertanggungjawabkan. Omong soal tanggungjawab, dia lho nggak diketemukan di Google. Apalagi nggak punya muka hehehe. Tapi no problem lah. Yang buat miris di hati, pada saat aku menulis ini, tulisan dia sudah di share hampir 800 an kali via Facebook. Tampak nya ada yang bahagia dengan tulisan ini hehehe. Menurutku tidak bisa dibiarkan telanjang tanpa penyanding. Harus ada yang meluruskan salah kaprah nya dia, keanehannya.
Aku tunjukkan lagi tulisannya si Natalia ini ya. Klik disini.
Akupun menulis sebagai penyeimbang, penyanding dan pelurus fakta, menurut opiniku sebagai orang yang tinggal di Bali sejak tahun 1996. Jadi 20 tahun aku tinggal di Bali. Segala warung aku datangi tapi tidak makan Babi. Jelas itu perintahNya dan aku tunduk tanpa harus mengkritik Nya. Islam tidak makan Babi, trus Hindu tidak makan sapi, itu adalah perintah Nya. Tidak boleh dibantah dan umatnya dilarang protes dan nyinyir-nyinyir kayak senator itu #eh.
Menyinggung sang senator, sepertinya dia ingin mencuci otak orang yang tinggal di Bali dengan gayanya yang sentimentil dan tampilan genitnya. Menurutku sih biasa saja, tapi bisa dianggap santai dan bisa juga dianggap fatal. Bahayanya adalah jika dogma nya dia dilakukan secara terus-menerus secara masive, menguasai media, maka itu akan jadi pembenaran dialam bawah sadar.
Maka aku harus hadir #cie. Niatku untuk menegakkan kebenaran, edukasi kepada yang muslim ataupun non muslim agar tahu maknanya. Minimal memberi wacana tandingan lah. Biar tidak kebablasan dengan opini nya sendiri. Tersesat lho nanti. Maka aku menulis tentang penjelasan arti sebenarnya fenomena warung muslim di Bali itu. Si Natalia tidak menyadari bahwa fenomena itu hanya ada di daerah-daerah minoritas Islam seperti Bali, Manado, NTT, ataupun Papua. Dia menafikkan daerah seperti Jawa dan Sumatera tempat dia tinggal. Munafik kan? Ini opiniku sih.
Orang yang membuka warung dan menamakan warung muslim, namun penamaan itu tidak stop disitu saja. Ada embel-embel dibelakangnya. Entah nama daerah, nama pemilik ataupun nama menu andalannya. Ya seperti gambar ditulisan dibawah ini lah. Menurutku sangat konyol klo menamakan warung makanan itu hanya dengan warung muslim thok. Aneh. Trus, pemiliknya pasti punya maksud memberikan nama warung muslim itu.
Dah lah nggak perlu panjang lebar, sudah aku tulis di Balebengong juga. Sebagai penyeimbang si Natalia itu. Klik disini untuk baca tulisanku.
Ini foto-foto fakta lapangan, beberapa warung yang tidak menuliskan warung muslim saja, namun ada identitas tambahan yang representasikan nama inti warung, nama pemilik dan menu-menu sajiannya. Biar Natalia dan semua semua orang tahu agar nanti tidak pusing pilih warung. Tertera jelas!
Bagikan Yuk