Tidak bisa Negosiasi dengan Tuhan

Selalu dada ini sesak dan ingin menangis ketika dengarkan lagu Tanah Air. Pun di TV tergambar dengan suasana hijau nyiur pedesaan, pegunungan, anak-anak kecil berlari riang gembira dan memiliki utuh tanah air nya (tempat lahir, dibesarkan dan bermasyarakat). Lha aku?

Lahir di Dusun Jogodayoh, Desa Jabon, Kec Bangsal, Mojokerto. Injak usia 3th pindah ke dusun sebelah masih di desa yang sama. Usia 4th nan pindah ke Desa Mojolebak, Kec Jetis. Usia 5th nan pindah ke Desa Kupang. Usia 6th nan pindah ke dusun sebelah di desa yang sama.

Sekolah sampai lulus SD berada di Desa Kupang itu. SMP harus hijrah 10 km ke kota Mojokerto, SMPN 1 (sudah mulai ngekost menumpang ke paman) dan kadang bolak-balik. Lingkungan pertemanan terbagi 2 yaitu teman desa dan kota. SMA juga hijrah 15km, SMAN Sooko (ngekost dan suruh nunggu rumah di kota), bapak dan ibu masih di Desa Kupang. Pertemanan semasa SMA sudah total bersama sahabat sekolah saja.

Kuliah hijrah ke Bali dan tempat tinggal orang tua sudah pindah dari Desa Kupang ke perumahan Pondok Tearatai, Desa Sooko (pindah ke kota dan berjarak 15an km). Kalau pulang kampung ya ke perumahaan itu. Apakah punya teman perumahan/kampung? Nggak. Teman ya masihlah dari lingkungan SMA Sooko.

Jika bicara tempat tinggal semasa kuliah dan di Bali ini, wuahahaha nggak kehitung. Coba kuingat ya, pertama landing di Bukit Jimbaran, trus pindah ke Kedonganan, pindah lagi ke Denpasar Jl. Tukad Banyusari, pindah lagi ke Jl. Pulau Bungin, pindah lagi ke Jl. P Kawe Gg kartika, pindaah lagi ke Jl. Tukad Banyusari Gg VI, pindah lagi ke Jl. Narakusuma 11 (skr jadi kantor Bali Orange Communications) dan sekarang di Jl. Jayagiri.

Jika bicara budaya mudik, aku dan keluarga setahun sekali bahkan bisa lebih sering ke Madiun (kampung asal Bapak) dan Pacitan (kampung asal Ibu). Jelas disana punya interaksi sosial.

Jadi kalau aku ditanya “Mas kampungnya/asal nya mana?”. Disinilah aku sering ambigu tongue emoticon

Aku ini asli mana? Hehehe. Enak yang punya kampung (lahir, tumbuh dan besar menetap di satu kampung), cocok dengan penggambaran lagu Tanah Air itu.

Maka aku lebih senang jawab pertanyaan ke orang-orang itu dengan “Saya kebetulan lahir di Mojokerto dan kebetulan jadi orang Jawa karena tidak bisa negosiasi dengan Tuhan untuk terlahir dan besar di lokasi tertentu sih. Jadi saya merasa beruntung bisa terlahir bebas menjelajah di tanah Tuhan ini”.

*mau nangis hati ini* atit nya tuh disini (telapak nempel di ulu hati)

Bagikan Yuk
[addtoany]