Tak kan Ke Luar Negeri Sebelum Injak kan Kaki di Tanah Suci

Mencari Arah ke Masji Nabawi Madinah

Pembimbing Umrah di Denpasar, Mas Sidik sudah menjelaskan pada latihan manasik tentang posisi masuk ke Masjid Nabawi. Namun faktanya, saya bingung juga. Akhirnya dini hari itu beranikan diri tanya ke resepsionis pakai bahasa Inggris. “Hello, could you please help me where should i go to Nabawi Mosque?

Resepsionis itu bernama Abdurrahman, orang Arab asli! Dia balas dalam bahasa Inggris namun agak terbata-bata yang arti Indonesia nya seperti ini: “Oke saya akan tunjukkan jalan ke Masjid Nabawi tapi ada syaratnya.” Deg dalam hati. Duh jangan-jangan minta tips nih. Ternyata dia meminta namanya saya bawa dalam doa. Wuaah, “Yes, i will bring your name to my prayer.

Abdurrahman keluar dari ruang resepsionis dan menggandeng tangan saya. Menuntun saya keluar dari pintu samping hotel. Menunjukkan arah suruh saya jalan 100 meter dan belok kiri. Kemudian terlihatlah itu tower-tower Masjid Nabawi. Ealah! hahaha. Nama Abdurrahman saya bawa ke doa. Thanks Abdurrahman. Namamu seperti nama Presiden saya! Abdurrahman Wahid. Guman saya. Hehehe.

Udara Madinah sejuk dan dingin! Ya Allah, saya hirup sedalam-dalam nya udara dingin nan kering itu merasuk ke relung dada. Alhamdulillah Saya di Madinah! AllahuAkbar!

Saya melihat pintu masuk (gate) bernomor 15. Tulisan 15 nya besar sekali. Namun saya masih saja ragu. Sambil jalan ke pelataran Masjid Nabawi saya tanya lagi ke 2 orang. Untungnya yang pertama orang Indonesia. Orang ke 2 petugas (orang Arab).

Masjid Nabawi itu dikelilingi oleh hotel-hotel. Jadi letak Masjid dibelakang hotel-hotel itu. Banyak pintu (gate) untuk masuk kesana. Saya menginap di Concord Hotel di Tabah Tower dan gate terdekat adalah gate 15.

Untuk masuk ke Raudhah, harus menyisiri samping bangunan Masjid yang besar dan luas. Saya disuruh mencari pintu masjid nomor 2. Disitulah pintu paling dekat menuju Raudhah. Saya sudah bawa plastik pembungkus sandal. Walaupun ternyata ada fasilitas gulungan plastik disana. Sandal itu bisa dibawa kedalam atau ditaruh diluar. Ada tempat rak sandal nya. Kenapa dibawa kedalam, jaga-jaga jika ingin keluar dari pintu lainnya. Jarak hotel tempat saya menginap ke Masjid Nabawi kurang lebih 500 meter jalan kaki.

Oh iya, bawalah sandal jepit dari Indonesia! Lebih leluasa. Walaupun di Madinah ada yang jual sandal jepit seharga hmmm 10 real.

Aktivitas di Madinah dan KeajaibanNya!

Aktivitas selama di Madinah, fokus kepada ibadah mandiri. Pulang ke hotel cuma untuk sarapan, makan siang, makan malam, tidur dari jam 22.00 – 02.00 (4 jam) dan tidur sejenak sehabis sarapan jam 08.00 – 10.00 (2 jam). Selebihnya di Masjid Nabawi, sholat sunnah, wajib, baca Al-Qur’an. Masjid Nabawi sediakan Al-Qur’an berlimpah, namun saya pilih bawa kitab suci itu dari rumah. Melanjutkan bacaan.

Saya ingin merasakan sholat fardhu dari beragam shaf dan lokasi. Pernah shaf pertama, ketiga, berada di pelataran, berada di roof top Masjid Nabawi, berada di shaf belakang sendiri. Dari semua shaf, saya paling tidak nyaman di pelataran. Ada suara-suara yang mengganggu. Bisa jadi dari anak kecil, orang yang lalu lalang jalan karena masbuq. Bikin tidak khusuk sholat.

Pernah ketika berjalan pulang, dipelataran masjid ketemu grup yang lakukan pengajian. Kyainya lantang pake bahasa inggris. Saya pun potret. Mendekati bule yg juga potretin dan videoin. Saya tanya ini rombongan dari mana? USA katanya. Wow! Anak anak muda Amerika Serikat!

Hari ke 3 di Madinah, pihak travel berikan tour ziarah ke Masjid Quba, kebun kurma, Jabal Uhud, Masjid Qiblatain, Masjid Sab`ah dan Khondak. Ada pula tempat ziarah namanya kuburan/makam Baqi. Itu saya datangi sendiri karena tempatnya dekat, disamping Masjid Nabawi.

Di Madinah akhirnya saya belanja oleh-oleh. Hal ini atas saran Muthawif agar nanti urusan ibadah utama Umrah di Mekkah tidak terganggu. Saya cuma bawa bekal duit rupiah Rp. 1.250.000 dari tanah air dan tukar kan Real di sekitar hotel. Hasilnya 311.35 Real. Dimana 25 real nya hasil bertukar dengan teman sekamar, Pak Sukarna. Thanks Pak!

Saya belanja baju khas Arab untuk istri, mertua, bapak, dan anak-anak. Kemudian belanja Kurma Ajwa untuk oleh-oleh. Namun saya sisihkan yang utama dulu sedekah 5 Real per hari di Madinah dan Mekkah. Kemudian biaya cukur rambut juga.

Pedagang di Madinah cukup pintar berbahasa Indonesia untuk sebutkan harga dan nego-nego. Ini cukup memudahkan transaksi.

Oh ya, ada satu kebutuhan telekomunikasi selama Umrah. Menggunakan aplikasi My Telkomsel, saya beli paket data untuk Umrah 9 hari. Harganya Rp. 275.000. Namun, paket itu hanya saya pakai untuk komunikasi WA dan browsing saja. Saya berusaha tidak update status di media sosial selama Umrah. Kawatir tidak khusuk.

Saya selalu istigfar (mohon ampunan) jika pikiran negatif menghinggapi. Sampai sholat taubat segala. Contoh, ketika pikiran saya galau memikirkan urusan di Indonesia. Galau itu pas saya baca Al-Qur’an. Intonasinya jadi kacau dan nggak pas seperti biasanya. Segera saya sholat taubat, istigfar dan kembali baca. Eh langsung menemukan intonasi favorit saya kembali. MasyaAllah.

Kenikmatan dari Allah lainnya ketika terasa lapar di Masjid Nabawi, eh ada yang memberikan saya kurma plus air zam-zam. Hal serupa terjadi ketika saya pulang sehabis subuh, lapar mendera dan ada orang bawa box menawarkan kurma. Ya Allah, rejekiMu nikmat sekali!

Uang real saya pas-pasan dan habis untuk hal yang saya jelaskan sebelumnya. Saya teringat anak saya yang paling bungsu, Altaf. Ingin rasanya belikan dia kue-kue berlabelkan Arab. Apa daya uang tidak ada. Namun Allah berikan pikiran kreatif untuk mengumpulkan semua jatah kue-kue ketika aktivitas ziarah oleh travel. Kue-kue untuk menemani ziarah tidak saya makan. Saya kumpulkan dan bawa pulang untuk anak-anak saya. Ternyata bisa!

Apakah saya kelaparan selama ziarah? Tidak, ada sopir yang menawarkan saya roti khas Arab. Teman-teman jamaah juga baik hati menawarkan jajanan mereka. Saya incip sedikit dan mengingat anak-anak saya serta Allah SWT yang begitu Maha Penyayang. Huwaaaa.

Namun ada sebuah kejadian ketika saya bertepuk sebelah tangan. Berharap ditawari jajanan namun ternyata tidak. Disitu dalam hati saya bersumpah, jika suatu saat diijinkan oleh Allah kembali ke tanah suci, saya akan beli jajanan itu dan bagikan ke seluruh jamaah di bus! Mohon maaf Ya Allah saya jadi negatif. Namun mohon kabulkan sumpah saya. Amin YRA.

Peminta minta (pengemis) atas namakan Jihad Fisabilillah

Pembimbing Umrah saya, Mas Sidik memberikan peringatan tentang pengemis di Masjid Nabawi. Mereka tidak saja berkeliaran dijalanan namun berada pula dalam masjid. Mas Sidik menyarankan untuk pergi ke Masjid bersama-sama jamaah lain, biar tidak didatangi pengemis. Atau bila berjumpa pengemis itu, segera bila tidak dan disarankan untuk pergi. Pengemis itu tidaklah compang camping namun tampilannya sama seperti kita, jamaah.

Lha saya mayoritas pergi ke Masjid sendirian dan akhirnya kejadian juga. Dua kali saya didatangi orang/jamaah yang mengaku dari Pakistan dan Khasmir (India). Masing-masing datang ketika saya lengah. Yang dari Pakistan, masih muda belia, menunggu disebelah saya dengan tekun. Saya sempat sholat dan mengaji. Nah setelah selesai mengaji, dia membuka percakapan. Cerita dari Pakistan dan membawa keluarga. Kehabisan uang. Saya tidak bilang tidak namun meladeni percakapannya. Dalam bahasa Inggris, saya doakan dia dapat solusi dan bilang belum bisa membantunya. Pengemis sempat ngeyel merayu sebut Jihad Fisabilillah. Tapi saya minta maaf dan belum bisa. Akhirnya pengemis itu pergi. Maaf ya.

Kemudian pengemis kedua orangnya paruh baya. Mengaku dari Khasmir, dimana penduduknya selalu berperang dengan tentara India. Dia cerita India mayoritas Hindu berperang dengan orang Khasmir yang mayoritas Islam. Saya pun meladeninya bicara cerita soal damainya Hindu dan Islam di Indonesia, khususnya Bali.

Eh ujung-ujungnya dia minta uang. Lagi-lagi saya bilang belum bisa dan mendoakan dia segera dapat pertolongan dari Allah. Saya sengaja tidak pergi namun tetap saya hadapi dengan manis. Dia sendiri yang akhirnya pergi dari samping saya. Maaf ya.

Pengemis dijalanan pun ada. Ketika pagi-pagi saya asik minum kopi didepan hotel, tiba-tiba ada ibu yang gendong bayi. Saya iba dan kasih 2 real. Eh muncul ibu-ibu lainnya juga menggendong anak meminta uang sama saya. Ngeri juga mereka sambil menarik baju saya dan bilang Jihad Fisabilillah. Lari lah saya sambil bilang tidak dan maaf hehehe.

Trus uang sedekah yang saya maksud tadi untuk apa? Pembimbing dan Muthawif menyarankan untuk beri sedekah kepada petugas kebersihan yang gunakan baju hijau. Petugas itu bersihkan Masjid dan lingkungan sekitarnya. Disitulah uang sedekah itu mengalir bagi mereka.

Baca selanjutnya, klik halaman 3 – Perjalanan ke Mekkah

Bagikan Yuk
[addtoany]